Bagaimana Hukumnya Merayakan Malam Nishfu Sya’ban?
Para pembaca rahimakumullah … Suatu kebutuhan yang sangat mendesak adalah kebutuhan seorang muslim akan ilmu agama, ilmu yang dapat membimbingnya dalam menunaikan tugas utama sebagai manusia yaitu beribadah kepada Allah ta’ala dengan bimbingan wahyu yang telah Allah turunkan yaitu Al Qur’an dan Sunnah, karena sebagaiamana telah kita ketahui bahwa ibadah tidaklah diterima kecuali apabila memenuhi dua syaratnya, yaitu ikhlas dan muta’abah. Oleh karena itu, kebutuhan seorang muslim terhadap ibadah yang sesuai dengan syari’at Nabi shallahu ‘alaihi wa salam menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda terlebih ketika seorang akan mengerjakannya, untuk itu pada tulisan yang sederhana ini penulis akan menjelaskan terkait suatu permaslahan yang sebentar lagi ramai dilakukan oleh saudara-saudara kita yaitu merayakan malam nisfu sya’ban ditinjau dari dalil-dalil yang shahih dan tentunya penjelasan para ulama sehingga kita mempunyai ilmu dan keyakinan dalam melakukan atau meninggalkan suatu amal. Para pembaca rahimakumullah… Perlu diketahui bahwa maksud dari pada menghidupkan malam pada pertengahan bulan sya’ban adalah menghidupkan dengan cara mengkhususkan ibadah tertentu pada malam ini, seperti shalat, dzikir, serta puasa pada siang harinya, baik dikerjakan secara berjamaah di masjid atau di rumah sendiri atau dengan keluarga. Hal ini sebagaimana kita saksikan di tengah-tengah masyarakat kita yang mana mereka menghidupkan dan merayakan malam nisfu sya’ban dengan cara meramaikan masjid-masjid dan melaksanakan shalat sunnah berjama’ah, berdzikir dan membaca Al Qur’an berbeda dengan malam-malam lainnya itu semua dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Tentu ini adalah niat yang bagus, motivasi yang baik, yaitu melakukan suatu amalan dalam rangka mencari keutamaan dan pahala dari Allah Ta’ala, akan tetapi bagi seorang muslim apabila ingin melakukan suatu ibadah, niat yang baik saja tidak cukup, dia juga mesti memastikan pelaksanaannya dan tata caranya merujuk kepada sebaik-baik petunjuk yaitu petunjuk Nabi yang mulia shallahu ‘alaihi wa sallam, dan amalan sebaik-baik generasi yaitu generasi para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik, untuk itu pada tulisan ini penulis berusaha menjelaskan terkait masalah hukum menghidupkan malam nisfu sya’ban melalui dalil-dalil dan penjelasan para ulama, agar apa yang kita lakukan tidak keluar daripada bimbingan dalil dan penjelasan para ulama in syaa Allah. Dalil-Dalil Keutamaan Bulan Sya’ban Dan Pertengahan Bulan Sya’ban Jika kita merujuk kepada hadits-hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam mencari dalil-dalil terkait bulan Sya’ban, maka kita akan temui bahwa hadits-hadits terkait bulan sya’ban dibagi menjadi dua, yang pertama hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Sya’ban secara umum, dan yang kedua hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan pertengahan bulan Sya’ban secara khusus, berikut pemaparannya: Hadits-hadits keutamaan bulan Sya’ban secara umum, diantaranya adalah : وعن أسامة بن زيد رضي الله عنهما قال: قلتُ يا رسولَ اللهِ لم أرَك تصومُ من شهرٍ من الشُّهورِ ما تصومُ شعبانَ قال: ((ذاك شهرٌ يغفَلُ النَّاسُ عنه بين رجبَ ورمضانَ وهو شهرٌ تُرفعُ فيهالأعمالُ إلى ربِّ العالمين وأُحِبُّ أن يُرفعَ عملي وأنا صائمٌ)) Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma berkata, aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?, menjawab (Rasulullah): “itu adalah bulan dimana manusia lalai darinya diantara bulan Rajab dan Ramadhan, dan dia (Sya’ban) adalah bulan diamana amalan-amalan diangkat kepada Rabil ‘Alamin dan aku suka amalanku diangkat dalam keadaan aku sedang berbuapasa”. ( H.R An Nasai, no. 2357, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Targib wa tarhib, 1/425). وعن عائشة رضي الله عنها قالت : ((كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم، وما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا شهر رمضان، وما رأيته أكثر صياما فيه منه في شعبان)) Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, berkata : “Adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami mengatakan tidak berbuka, dan beliau berbuka sampai kami mengatakan tidak berpuasa, dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat Beliau banyak berpuasa dalam sebulan melainkan dalam bulan Sya’ban”. (H.R Bukhari, no. 1969). وعن أم سلمة رضي الله عنها قالت : ((ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم شهرين متتابعين إلا شعبان ورمضان)) Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada bulan Sya’ban dan Ramadhan”. (H.R An Nasai, no. 2352, dishahihkan oleh Al Albani, no. 2174). Dan disana ada hadits-hadits yang lain yang semakna dengan hadits-hadits di atas, yang mana semuanya menunjukkan keutamaan bulan Sya’ban secara umum dan bagaimana contoh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam memaksimalkan keutamaan itu yaitu dengan banyak berpuasa sunnah pada bulan sya’ban. Hadits-hadits keutamaan pertengahan bulan Sya’ban Hadits-hadits yang menjelaskan ketutamaan malam nisfu Sya’ban, keutamaan menghidupkannya, melakukan Qiyam pada malam harinya dan berpuasa pada siang harinya sangatlah banyak, akan tetapi kebanyakannya adalah hadits bathil yang tidak shahih, sampai-sampai dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi rahimahullah dalam kitabnya “Aaridhatul Ahwadzi” 2/201 :”tidak ada satu haditspun dalam masalah malam nisfu Sya’ban yang layak didengar”. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata dalam “majmu’ al fatawa” (1/192) : “hadits-hadits keuatamaan malam nisfu Sya’ban semuanya lemah (dho’if)”. Beliau berkata dalam tempat yang lain (1/197) : “tidak ada yang tetap”. Syaikh Shalih bin ‘Utsaimin rahimahullah berkata dalam “majmu’ al fatawa” (7/280) : “hadits-hadits yang mengkhusukan malam nishfu Sya’ban dengan Qiyamullail dan berpuasa pada siang harinya lemah”, beliau berkata pada tempat yang lain (20/30) : “hadits-hadits shalat pada malam hari nisfu Sya’ban shalat-shalat yang memiliki jumlah bilangan ra’kaat tertentu adalah palsu (maudhu’)”. Akan tetapi dari sekian banyak hadits-hadits yang menjelaskan keuatamaan malam nisfu Sya’ban terdapat beberapa hadits yang dihasankan atau dishahihkan oleh Syaikh Nashirudiin Al Albani rahimahullah, diantaranya adalah, عن أبي ثعلبة الخشني رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إذا كان ليلة النصف من شعبان، اطلع الله إلى خلقه، فيغفر للمؤمنين ويملي للكافرين، ويدع أهل الحقد بحقدهم حتى يدعوه)). Dari Abu Tsa’labah Al Akhusyaniyy radhiallahu ‘anhu, berkata : bersabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam : “apabila malam pertengahan bulan Sya’ban, Allah mendatangi hamba-hambanya, maka Allah mengampuni orang-orang mukmin dan menangguhkan orang-orang kafir, dan meninggalkan orang-orang yang dengki disebabkan kedengkian mereka sampai mereka meninggalkannya (kedengkian itu)”. Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, dalam al Mu’jam Al Kabir, hal. 22/224, no.