A. Pendahuluan
Para pembaca yang baik hati. Kalau kita membaca judul di atas, mungkin terkesan nyeleneh dan nakal. Jika kita ditanya mau pilih mana : orangtua atau pacar? Tentunya kita pilih orangtua daripada pacar. Karena orangtua memberikan kita sarapan, sedangkan pacar hanya memberikan kita harapan (palsu).
B. Pembahasan
Para pembaca yang baik hati. Jika pertanyaan dari penulis sudah ditemukan jawabannya, yaitu lebih pilih orangtua daripada pacar, maka sebenarnya banyak orang yang mengingkari hal itu. Maksudnya adalah banyak orang (terutama anak muda) lebih pilih pacarnya daripada orangtuanya.
Lho kok bisa? Bisa saja! Itulah fakta yang banyak terjadi di lapangan.
Ada sebuah kejadian yang bisa kita ambil pelajarannya yang sangat berharga.
Kejadian di mana ada muda-mudi yang sedang berduaan di kereta commuterline. Mereka saling bercumbu rayu dan saling bicara dengan suara lembut layaknya suami istri, padahal mereka itu pacaran. Kalau ada orang bertanya : darimana kok bisa tau mereka itu pacaran? Tentu bisa diketahui dari perkataannya. Ketika muda-mudi ini sedang asyik cumbu rayu, tiba-tiba terdengar suara telepon masuk ke handphone si wanita. Si wanita itu menjawab panggilan masuk dengan kalimat kurang lebih begini :
“ Ih mama ngapain telpon-telpon terus. Ganggu aja deh! Nanti aku juga pulang sama cowok aku. Dia anterin aku ke rumah. Udah ya. Berisik banget!”
Dari kalimat yang keluar dari mulut si wanita, terbaca dengan jelas bahwa itu adalah kalimat yang sinis, nada bicaranya pun tinggi dan disertai bentakan. Padahal dia sedang bicara dengan ibu nya sendiri, sedangkan sebelumnya si wanita bercumbu rayu dan berlemah lembt dengan pacarnya.
Dari kasus di atas, penulis ingin menyampaikan beberapa pendapat, yaitu :
Pertama, banyak anak muda (walau tidak semuanya) berani bicara tidak sopan ke orangtua sendiri dan lebih memilih bicara lembut ke pacar nya yang belum tentu si pacar itu menjadi pasangan hidupnya. Faktanya adalah di dalam ajaran Islam disampaikan bahwa kita sebagai anak diperintahkan untuk berbicara yang sopan dan lemah lembut kepada orangtua kita. Bukan kepada pacar. Orangtua kita sudah banyak berkorban nyawa, waktu, tenaga, dan uang demi kebaikan kita. Kenapa kita malah lebih sayang kepada pacar daripada orangtua? Mari kita gunakan akal sehat kita.
Kedua, banyak orangtua (walau tidak semuanya) membolehkan anak-anaknya pacaran. Entah apakah orangtuanya masih kurang ilmu agama atau orangtua tidak bisa menasehati anak-anaknya atau bisa jadi orangtua sudah menasehati anak-anaknya tapi anak-anaknya ngeyel.
Di dalam Islam, tidak ada istilah pacaran. Pacaran hanyalah jalan menuju zina. Kalau ada orang yang ngeles dan berkata :” kita pacaran, tapi kita nggak zina kok.” Ketika ada kalimat macam itu, maka penulis katakan bahwa itu bohong. Setiap pacaran itu menimbulkan zina. Zina mata, zina telinga, zina mulut, zina tangan, zina hati, dan yang paling parah adalah zina kemaluan. Apakah orang kalau pacaran itu diawali dengan basmalah dan diakhiri dengan hamdalah? Tentu tidak!
Orang pacaran itu pastinya ada cumbu rayu, pelukan, belai-belai rambut, cium kening, cium pipi, dan lain-lain. Walaupun penulis tidak pernah pacaran, tetapi penulis banyak mengamati banyak orang pacaran itu selalu melakukan adegan dewasa, di mana adegan itu seharusnya dilakukan oleh suami istri.
Ditambah lagi, jika orangtua membiarkan atau membolehkan atau mengizinkan anak-anaknya pacaran, maka orangtua akan mendapatkan dosa jariyah akibat perbuatan anak-anaknya. Apa itu dosa jariyah? Dosa yang didapatkan secara otomatis kepada seseorang yang mengajarkan atau membolehkan terjadinya keburukan. Walau orang itu sedang makan, tidur, atau bahkan sudah meninggal, maka orang yang mengajarkan atau membolehkan terjadinya keburukan akan mendapatkan aliran dosa. Naudzubillahimindzalik.
Jika ada orang yang berkata : “pacaran itu kan nggak apa-apa. Yang penting tujuannya baik, yaitu : untuk cari jodoh. Untuk cari suami atau istri.”
Ketika ada orang yang mengucapkan kalimat macam itu atau kalimat yang mirip-mirip dengan itu, maka penulis katakan bahwa itu adalah kalimat sesat dan menyesatkan. Kok begitu? Daripada bingung, penulis coba berikan logika sederhana seperti ini : kita mau ibadah haji, tapi kita menggunakan uang hasil korupsi. Tentu bukan bernilai pahala, tapi malah bernilai dosa.
Menikah itu ibadah, sedangkan pacaran itu maksiat. Kalau kita mau ibadah dengan menggunakan cara maksiat (haram), kira-kira bagaimana? Silakan jawab masing-masing.
C. Penutup
Para pembaca yang baik hati. Tulisan yang penulis sampaikan di atas semoga bisa bermanfaat untuk kita semua. Jika belum membaca, silakan membaca dari atas hingga bawah. Jangan hanya membaca kesimpulannya saja.
Kita harus pahami bahwa semakin berkembangnya suatu zaman, maka semakin berat tantangannya. Pendidikan paling utama adalah pendidikan yang berawal dari rumah (keluarga), bukan dari sekolah. Tugas sekolah hanyalah membantu menumbuhkan benih yang sudah ditanamkan dari rumah.
Ditulis oleh : Afrian Rahardyaning Pangestu.